Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap dan menjemput paksa Wali Kota Bekasi nonaktif, Mochtar Mohamad, Rabu (21/3/2012), di Seminyak, Bali.
Mochtar digelandang tim KPK dari Bali ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB. Ia akan ditahan di lapas tersebut.
“Jadi tim penjemput sudah sampai di Bandung sekitar pukul 18.00. Pukul 15.00 dari Bali. Sekarang sedang proses administrasi di Lapas Sukamiskin,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu malam.
Ia mengatakan, Mochtar ditangkap karena KPK sudah memberi ruang dan waktu sampai dua kali untuk memintanya datang secara sukarela. Namun, Mochtar mangkir sehingga dijemput paksa.
Menurut Johan, awalnya pihak KPK memberi waktu kepada Mochtar agar memenuhi eksekusi itu, Selasa kemarin (20/3/2012). Namun, ia tak memenuhinya. Setelah ditelusuri, ternyata ia telah berada di Bali sejak tiga hari lalu. Saat penjemputan, kata Johan, tak ada perlawanan dari Mochtar.
“Tim mendapat informasi ada di Bali. Kita cek, sedang berada di sebuah vila di Seminyak, Bali. Ingin saya sampaikan bahwa tim KPK dibantu oleh pihak kepolisian. Kemudian kita bawa ke Bandung dengan pesawat komersial biasa,” terang Johan.
Seperti yang diketahui, sejak pekan lalu pihak Mochtar menolak dieksekusi dengan alasan belum menerima salinan putusan MA. Eksekusi ini dilakukan setelah ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara sesuai dengan putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama di tingkat kasasi. Mochtar dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010.
Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Namun di pengadilan tingkat pertama, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Mochtar justru divonis bebas.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/03/21/20431812/Mochtar.Mohamad.Ditahan.di.Lapas.Sukamiskin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap dan menjemput paksa Wali Kota Bekasi nonaktif, Mochtar Mohamad, Rabu (21/3/2012), di Seminyak, Bali.
Mochtar digelandang tim KPK dari Bali ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, dan tiba di sana sekitar pukul 18.00 WIB. Ia akan ditahan di lapas tersebut.
“Jadi tim penjemput sudah sampai di Bandung sekitar pukul 18.00. Pukul 15.00 dari Bali. Sekarang sedang proses administrasi di Lapas Sukamiskin,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu malam.
Ia mengatakan, Mochtar ditangkap karena KPK sudah memberi ruang dan waktu sampai dua kali untuk memintanya datang secara sukarela. Namun, Mochtar mangkir sehingga dijemput paksa.
Menurut Johan, awalnya pihak KPK memberi waktu kepada Mochtar agar memenuhi eksekusi itu, Selasa kemarin (20/3/2012). Namun, ia tak memenuhinya. Setelah ditelusuri, ternyata ia telah berada di Bali sejak tiga hari lalu. Saat penjemputan, kata Johan, tak ada perlawanan dari Mochtar.
“Tim mendapat informasi ada di Bali. Kita cek, sedang berada di sebuah vila di Seminyak, Bali. Ingin saya sampaikan bahwa tim KPK dibantu oleh pihak kepolisian. Kemudian kita bawa ke Bandung dengan pesawat komersial biasa,” terang Johan.
Seperti yang diketahui, sejak pekan lalu pihak Mochtar menolak dieksekusi dengan alasan belum menerima salinan putusan MA. Eksekusi ini dilakukan setelah ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara sesuai dengan putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Ia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama di tingkat kasasi. Mochtar dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010.
Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Namun di pengadilan tingkat pertama, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Mochtar justru divonis bebas.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/03/21/20431812/Mochtar.Mohamad.Ditahan.di.Lapas.Sukamiskin
SUARA MERDEKA.com – Rabu, 21 Maret 2012
JAKARTA, suaramerdeka.com – Pemilik perusahaan tempat tersangka pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Dhana Widyatmika berinvestasi bisa jadi tersangka.
Terungkap jika yunior Gayus Tambunan itu memiliki harta kekayaan sekitar Rp 18 miliar. Dhana mengalirkan uangnya salah satunya lewat investasi di beberapa perusahaan. Salah satunya PT Bangun Persada Semesta (BPS) yang membangun perumahan Wood Hill Residence di Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat.
Selain itu, ada juga perusahaan yang mengalirkan uangnya ke rekening Dhana, seperti salah satu perusahaan asing yang bergerak di bidang transportasi dan berkantor di Jakarta yaitu PT CT.
Menurut Kejaksaan Agung, pemilik perusahaan-perusahaan ini mengetahui adanya investasi yang dilakukan Dhana ke perusahaannya. Tim penyidik satuan khusus (satsus) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) dapat meningkatkan status para pemilik perusahaan ini sebagai tersangka.
“Nanti pada saat penyidik evaluasi semua hasil pemeriksaan terhadap siapa yang memenuhi syarat pembuktian akan ditingkatkan statusnya menjadi tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum, Muhammad Adi Toegarisman di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/3).
Dia menambahkan semua fakta dalam pemeriksaan akan dirumuskan dan dianalisa penyidik mengenai sejauh mana keterlibatan para perusahaan ini. Jika dalam hasil analisa penyidik, para pemilik perusahaan ini dinyatakan terlibat, akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencucian uang.
( Budi Yuwono / CN34 / JBSM )
SUARA MERDEKA.com – Rabu, 21 Maret 2012
JAKARTA, suaramerdeka.com – Komisi Yudisial melakukan rekam jejak terhadap Jaksa fungsional Kejaksaan Agung, Sutan Bagindo Fachmi, yang menjadi salah satu dari 45 calon Hakim Agung. Nantinya DPR akan memiilih 15 Hakim Agung.
Ketua Komisi Yudisial (KY), Eman Suparman mendatangi Kejaksaan Agung untuk menelusuri jejak tersebut.
“Dalam rangka menanyai jejak rekam beliau (jaksa Fachmi) sebagai jaksa waktu itu hingga jadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar,” kata Ketua KY, Eman Suparman usai pertemuan dengan Jaksa Agung Muda Pengawas (JAM Was), Marwan Effendi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/3).
Dia menjelaskan dalam pertemuan tersebut, ia menanyakan kepada JAM Was apakah Kejakgung memberikan rekomendasi atas pengajuan Jaksa Fachmi dalam seleksi calon Hakim Agung.
Erman menjelaskan, JAM Was mengatakan kepadanya, jika secara institusional Kejakgung maupun secara pribadi, mendukung Jaksa Fachmi. Eman mempertanyakan itu karena Jaksa Fachmi pernah menangani perkara-perkara cukup besar seperti Adelin Lis, Bedu Amang dan Tommy Soeharto.
Menurut dia hal ini sangat diperlukan mengingat adanya seleksi yang dilakukan DPR terhadap para calon Hakim Agung secara profesional.
Saat ditanyakan mengenai Jaksa Fachmi yang pernah disebut-sebut Nazaruddin, ia membantahnya. “Tidak ada karena kami punya data investigasi intelijen, tidak ada tentang itu. Intinya kami memperoleh informasi yang sangat baik dari Kejakgung,” tandas Eman.
( Budi Yuwono / CN34 / JBSM )